Powered By Blogger

Selasa, 01 Februari 2011

Dunia Teater


BAB II
SENI BERPERAN

1. MASALAH PERMAINAN

A. Beberapa kategori dari sumber bermain.

a. Permainan merupakan jalan keluar bagi energi yang berkelebihan.
b. Permainan kanak-kanakan merupakan persiapan untuk hidup.
c. Teori rekapitulasi (ikhtisar, ringkasan pokok-pokok) bahwa masa pertumbuhan kanak-kanankan mengulangi atau meringkas kembali sejarah hidup manusia.
d. Dalam permainan, kanak-kanakan menyatakan reaksi-reaksi emosional dan sosial.

B. Psiko Drama dan Pskiologi Pemain Drama.
Karena problem individu hidup dalam drama, maka memungkinkan adanya pemecahaan. Hal ini dibuktikan dengan munculnya apa yang disebut psiko drama (drama berfungsi sebagai terapi). Pengelolahan psikologis permainan sedikit terdapat perbedaan antara pemain dan penonoton. Perbedaaan besar dalam kemungkinan-kemungkinan identifikasi pada tokoh cerita lakon drama tersebut.

C. Permainan Sebagai Pembebasan
Aktor harus menggambarkan orang lian, sekaligus ia tidak bisa berbuat selain menggunakan bahan yang ada padanya. Manusia pada umumnya suka sesuatu yang imitasi, artinya ia suka meniru orang lain.

D. Pembinaan Watak Permainan
Tiga bahan bagi aktor untuk menggambarkan apa yang telah ditentukan penulis lewat tubuh dan wataknya yakni menurut tiga fase cara aktor sebagai berikut :

a. Mimik : yaitu pernyataan atau perubahan gerak-gerik muka, mata, mulut, bibir, hidung, kening. Dalam hidup kejiwaan manusia terdapat tanda-tanda khusus dari perkembangan peradaban yang merupakan standar dari garis-garis wajah.

b. Plastik : yaitu cara sikap dan gerakan-gerakan pada anggota badan. Dengan sendirinya plastik ini terpengaruh oleh mimik dan pada umumnya bergantung pada tanda yang sama; tetapi tidak setegas dan seprinsipil yang ditentukan seperti pada mimik. Adapula sebaliknya tidak tergantung pada ekspresi mimik.

c. Diksi : yaitu cara penggunaan suara/ucapan. Disinilah diksi memberikan kebebasan kepada aktor untuk menghidupkan individualitasnya dalam berperan karena diksi ini tidak ditentukan oleh pengarang sehingga aktor mendapat kebebasan sepenuhnya, tetapi masih harus diperhitungkan dengan instruksi sutradara. Diksi memberikan banyak aspek istimewa yaitu pertama, tak dapat dinyatakan dengan sikap/gerak dan kedua suara harus berbicara dalam kata-kata.


2. POKOK DASAR BERMAIN DRAMA

A. Bakat dan Pengorbanan.
Tanpa adanya bakat maka suatu seni apapun yang diajarkan kepada kita maka perbuatan ini akan sia-sia saja. Setiap orang yang mempunyai citrarasa seni, jelas berarti orang tersebut mempunyai bakat dalam dirinya.
Mengenai hal bakat ini juga relatif, bisa ada bisa pula tidak ada. Kalau memang bakat itu ada, maka bakat itu bisa dikembangkan dengan baik hanya dengan bekerja keras dan tekun. Tetapi untuk menciptakan bakat atau mengadakannya pada diri seseorang jelas sesuatu hal yang sangat mustahil.
Bakat yang ada pada seseorang bisa dikembangkan dengan cara mendapat bimbingan, sehingga bakat yang dipunyainya itu maju berkembang dan kemudian bisa berdiri dengan apa adanya (pribadinya yang ada). Begitupun dalam permainan drama.
Bila kita memang mempunyai kecintaan pada dunia drama maka kitapun akan dituntut suatu kesetiaan yang utuh padanya. Seluruh kehidupan, pikiran bahkan emosi, hendaknya pula diberikan kepadanya. Tanpa ini atau sebagian saja maka akan sia-sialah kecintaan kita dalam drama selama itu. Memang dan tak dapat disangkal, bila kita mencintai sesuatu maka sudah wajarlah kalau bersiap-siaplah untuk menyerahkan segalanya demi kepentingan apa yang anda cintai itu, seluruh diri anda, tanpa pamrih, tanpa mengharapkan suatu balasan apapun juga yang kelihatannya begitu indah dan menarik.

B. Konsentrasi atau Pemusatan Pikiran
Aktor ialah seorang yang mengorbankan diri. Ia menghilangkan dirinya untuk menjadi orang lain yaitu perannya. Untuk menghilangkan/melupakan dirinya dan menjadi pada orang lain itu pertama-tama ia harus memiliki konsentrasi yang kuat. Di dalam konsentrasinya itu ia harus bisa menundukkan panca indranya, urat-urat dan seluruh anggota badannya. Bahkan suaranya harus bisa diperintahkan untuk berubah menjadi watak tokoh yang dimainkan. Agar action menjadi sempurna dalam profesinya, ia harus mengalami suatu pendidikan sebagai berikut :

Pendidikan Tubuh
Aktor harus selalu menjaga agar tubuhnya selalu siap dan terlatih. Dapat dilakukan satu setengah jam setiap hari, terus menerus. Untuk memperoleh aktor yang enak di pandang mata. Lebih jelasnya pada halaman lain akan di terangkan lebih mendalam.

Pendidikan Intelek dan Kebudayaan
Dalam konsentrasinya aktor harus bisa memerintah pikiran dan intelegansinya sendiri sehingga dapat mengubahnya untuk peran apa saja yang sedang dipegannya. Karena itu aktor sejati dan bermutu harus memiliki intelectual approach yang tinggi pula.

Pendidikan dan Latihan Sukma
Aktor tak bisa melakukan kewajibannya sebagai aktor jika ia tidak mempunyai sukma yan telah masak begitu rupa hingga, atas setiap laku dan perubahan yang sudah ditentukan. Dengan kata lain, aktor harus mempunyai sukma yang dapat hidup dalam setiap situasi, seperti kehendak pengarang. Aktor harus memainkan dengan permainan dalam atau batin (internal action) dan permainan luar atau lahir (external action) dari sukma ini berarti bahwa ia harus bisa mengubah sukmanya menjadi sukma tokoh tersebut. Oleh sebab itu ia harus mempunyai keahlian menumbuhkan kepercayaan pada penghayalan (imajinasi).

C. Ingatan Emosi
Aktor harus beralatih mengingat-ingat segala emosi yang terpendam dan halaman-halaman sejarah yang telah silam. Semua itu sekali waktu akan berguna untuk menolong aktingnya karena emosinya harus bisa berkembang sesuai dengan situasi apa saja yang terdapat dalam sebuah cerita.

D. Laku Dramatis
Jika kita sudah dapat menggali ingatan emosi, barulah kita mewujudkan dalam laku dramatis yaitu perbuatan yang bersifat ekspresif dari emosi. Aktor harus mewujudkan yang diutarakan oleh pengarang dengan kata-katanya didalam laku dramatisnya. Sebab, bagi laku inilah guna dan tujuan karangannya yang harus diperlihatkan oleh para aktor. Disini akting sebagai seniman bersifat reproduktif dan kreatif sekaligus.

E. Pembangunan Watak
Demikianlah maka aktor lalu mendapatkan gambaran tentang peran yang akan dipegangnya. Kemudian gambaran ini harus diperjelas lagi dengan jalan :
a. Menelaah Struktur Psikis Peran
Bagaimana intelegensinya ? Bagaimana sikap wataknya di luar dan di dalam ? Bagaimana pengaruh masa lampau peran itu ? Bagaimana kedudukan sosial peran itu ?

b. Memberikan Identifikasi
Yaitu laku-laku yang mengungkapkan watak-watak tersebut. Menyelidiki setiap detail kehidupan peran harus diperhatikan ialah identifikasi yang hakiki. Seorang aktor bisa melihat kepada dirinya sendiri apakah identifikasi peran yang akan dipegangnya ada terdapat pada dirinya sendiri (jika ada, ini mudah menirunya). Kalau tidak ada, adakah identinfikasi itu pada dirinya kawan-kawan, kenalan, tokoh-tokoh di sekitarnya ? (kalau ada bisa dicoba untuk menirunya dengan teliti). Kalau tidak ada, seorang aktor bisa pula mempergunakan konstruksi dengan memperhatikan gambar-gambar, foto-foto, patung-patung dan sebagainya.

c. Mencari Hubungan Emosi dengan Peran itu.
Hendaklah dicari hubungannya antara naskah dengan emosi. Dalam hubungan ini yang tepat ialah bahwa naskah harus keluar dari emosi yang kita rasakan, bukan sebaliknya. Kita harus aktif , mulai menghidupkannya, menggunakan naskah.

d. Penguasaan Teknis
Yaitu penguasaan diksi, mimik, gerak dan pantomimik. Di dalam setiap ucapan dan akting harus tergambarkan situasi watak yang tersembunyi dibaliknya. Dalam penguasaaan tekhnis, kita dapat membedakan dua hal yang harus kita selesaikan :
Pertama : Disini kita membangunkan pengertian situasi dramatis di mana kita harus mengucapkan naskah itu.
Kedua : Kita berusaha dengan bantuan suara dan tubuh sehingga terdapat persesuaian antara ucapan dan perbuatan kita.
Emosi diperlukan untuk memberikan kedalaman pada watak yang kita mainkan, sedangkan penguasaan tekhnis kita perlukan untuk memberikan bentuk teater padanya.

F. Observasi atau Pengamatan.
Seorang aktor harus merupakan seorang observator kehidupan. Aktor harus memasuki segala kehidupan dan mengambil pengalaman serta catatan dari semua itu. Fakta menunjukkan bahwa hanya sedikit sekali orang dewasa yang dapat mengingat apa yang telah diperbuat/dilakukannya dalam masa 24 jam terakhir.

G. Irama
Agar lakon itu dapat menghayutkan penonton ke arah yang dituju, tanpa disadari, maka permainan itu haruslah mempergunakan irama. Dalam teater digunakan istilah sebagai berikut. “tempo” atau “kecepatan”, tetapi sebetulnya kata ini tak ada hubungannya apa-apa dengan irama.
Perumusan yang agak kena dan dapat dipergunakan bagi setiap seni adalah : irama harus dipahami sebagai perubahan-perubahan yang teratur dan dapat diukur dari segala macam unsur yang terkandung dalam sebuah seni dengan syarat bahwa semua perubahan secara berturut-turut merangsang perhatian penonton dan menuju ke tujuan akhir.
Sebuah lakon mempunyai irama. Irama itu berjalan kearah klimaks. Tanpa irama pasti akan membosankan penonton (monoton). Aktor harus mempunyai kemahiran menunjukkan irama ini. Ia harus berlatih memikat perhatian penonton dan menuntun perhatiannya kearah klimaks. Didalam hidup kita pun ada suatu irama kehidupan yang membuat kita ingin hidup.


3. PEMERANAN DAN PERWATAKAN

A. Pemeranan
Bagaimana cara membawakan sebuah peranan dengan baik ? Untuk membawakan sebuah peranan, seorang calon Aktor/Aktris tidak cukup dengan menghafalkan dialognya sendiri saja, melainkan sebagai berikut :
a. harus memahami proses perkembangan dari kegiatan pementasan drama.
b. Harus mengetahui apa yang diungkapkan dalam drama itu (ide penulis = isi naskah).
c. Harus mengetahui perwatakan yang akan dibawakan.
d. Harus mengetahui apakah dirinya sebagai pelaku utama atau bukan/pelengkap (figuran).
e. Harus menghayati betul-betul motivasi dari setiap perbuatan (external action dan internal action) yang diungkapkan dalam cerita.
f. Harus mengasimilasikan antara external action dan internal action.

Pokok dari pementasan adalah meresapi dialog, mengimajinasikan dan mengekspresikan lewat aktingnya.
Sikap pemeranan akan terlihat jelas dan menyakinkan bila calon aktor/aktris telah menguasai teks serta lakunya peranannya. Usaha selanjutnya ialah merangkaikan tingkah laku dan perasaannya, lalu menciptakan suasana pentas dan akhirnya mengajak penonton ke arah suasana yang dibawakannya. Aktor/aktris yang baik ialah mampu membawa penonton ikut merasakan apa yang sedang dialami dan dirasakan olehnya (mempengaruhi segi kejiwaan penonton).
Dengan demikian setiap aktor/aktris harus memiliki “warna peranan” yaitu konsep peranan yang akan dibawakan/ditampilkan, sesuai dengan makna naskah yang dipentaskan.

B. Perwatakan
Dalam hal pementasan dan penampilan perwatakan ini, hal-hal yang merupakan dasar-dasar perwatakan perlu di perhatikan dan seyogyanyalah dilakukan oleh setiap calon aktor/aktris yakni :
a. Menafsirkan dan menciptakan perwatakan atau “karakterisasi” itu sesuai dengan alur dan makna naskah.
b. Merinci peran menjadi peran utama dan peran pembantu (figuran), untuk mempermudah pembagian atau penentuan perwatakan. Hal ini tidak berarti bahwa ada peran yang tidak penting. Di dalam drama, semua peran itu penting. Setiap bagian, walaupun kelihatannya remeh ikut membantu menciptakan suasana secara keseluruhan.
c. Serangkaian latihan dasar untuk menciptakan sesuatu proses sebelum menentukan suatu ekspresi.
d. Menghafal pola pemeranan secara organik, artinya ; menghayati seluruh rangkaian pikiran dan perasaanya, serta mengingat-ingat fungsi pemeranan dan perwatakan, yang sekaligus mengekspresikannya kemedia tersebut.
e. Perwatakan dapat di ciptakan lewat lahiriah dan batiniah yang terdapat pada peran atau tokoh yang akan dimainkan oleh seorang calon aktor/aktris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar